Masyarakat majemuk seperti masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai
suku, budaya dan agama, tentu akan memiliki budaya hukum yang beraneka ragam.
Semuanya itu akan memperkaya khasanah budaya dalam menyikapi hukum yang
berlaku, baik di lingkungan kelompok masyarakatnya maupun berpengaruh secara
nasional. Kita akan mencoba melihat bagaimana negara kita khususnya masyarakat
Indonesia, memandang pelanggaran hukum beserta konsekuensinya. Dalam mata
pelajaran moral dan kewarganegaraan yang diajarkan di sekolah-sekolah, seorang
pengajar selalu menekankan bahwa negara kita adalah negara hukum, negara yang
menjunjung tinggi hukum dan peraturan. Banyak dari segi kehidupan berbangsa dan
bernegara kita diatur oleh hukum dan peraturan. Tentu saja hal ini sangat
bermanfaat mengingat negara kita merupakan negara yang majemuk dan bervariasi.
Bayangkan
jika tidak ada hukum atau peraturan yang mengatur kemajemukan budaya dan adat
istiadat dari berbagai macam suku dan ras di Indonesia. Tentu negara kita akan
terpecah belah oleh sedikit perbedaan saja. Namun, meskipun banyak sekali
peraturan dan hukum yang telah dibuat, hal ini tidak membuat seseorang langsung
menjadi orang yang taat akan segala hukum begitu saja. Ingat, bahwa di dalam
diri setiap manusia ada rasa ingin bebas dan merdeka. Mungkin pada awalnya,
seseorang akan selalu mematuhi peraturan-peraturan yang telah ditetapkan.
Tetapi seraya waktu terus berjalan, beberapa orang mulai merasa bahwa
peraturan-peraturan tersebut terlalu membatasi gerak-gerik kehidupannya. Maka,
secara perlahan tapi pasti, seseorang akan mulai melanggar hal-hal yang kecil,
lalu beranjak terus ke pelanggaran yang serius.
Contoh
kasus berikut ini akan membantu menggambarkan kondisi yang sering terjadi di
dalam masyarakat Indonesia. Di suatu kota, ada seorang warga yang bernama joko
yang ingin memperpanjang masa aktif Kartu Tanda Penduduk atau KTP nya di
kelurahan setempat. Ketika sampai disana, ia mendapati bahwa ternyata tidak ada
seorang petugas pun yang ada pada tempatnya bekerja. Hanya seorang tukang sapu
yang terlihat olehnya sedang membersihkan lantai teras depan. Lalu, Budi
bertanya pada tukang sapu tersebut, apakah kantor kelurahan ini sudah dapat
menerima tamu atau belum. Si tukang sapu pun menjelaskan bahwa sebenarnya
kantor sudah dibuka sejak jam 8 pagi tetapi biasanya petugas baru bertugas
setelah jam 10. Karena masih harus menunggu, Budi pun mencari tempat untuk
duduk dan menyejukkan mulut untuk mengusir rasa kesal karena ia masih harus
menunggu sampai jam 10 lewat. Ketika ia sampai di sebuah warung, ia mendapati
ada banyak sekali pegawai negeri yang sedang duduk bersantai sambil
membicarakan hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan mereka. Lalu,
Budi pun mencoba bertanya dengan sinis apakah mereka tidak masuk kerja hari
ini. Salah seorang pegawai negeri menjawab bahwa hari ini mereka masuk tetapi
hanya mengisi absen pada jam delapan. Baru setelah mengobrol dan minum-minum,
mereka akan masuk sekitar jam 10 lewat. Pada kenyataannya, mungkin kejadian ini
tidak sama persis dengan yang terjadi di tempat kita bekerja atau di tempat
lain. Akan tetapi, prinsipnya tetap sama, yaitu bahwa kebanyakan orang
menyadari tindakan mereka sebagai suatu pelanggaran, namun mereka tetap melakukannya.
Yang lebih buruk, dengan melakukan hal itu orang lainlah yang harus menerima
kerugiannya. Mungkin bagi beberapa orang, hanya kehilangan waktu sebanyak 30
menit sampai 1 jam sehari masih dapat ditolerir. Tapi bagaimana jika itu
dilakukan setiap hari ? Berapa jam, hari, dan tahun yang terbuang percuma?
Dalam 1 jam, mungkin hanya dua orang warga yang merasa kesal karena menunggu.
Tapi jika itu dilakukan tiap hari, berapa banyak orang yang akan merasa kesal?
Dan, pendapatan negara pun akan banyak berkurang karena waktu yang terbuang
percuma demikian.
Dari contoh kasus di atas
dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab kurangnya kesadaran hukum di dalam
masyarakat itu ada 2 yaitu dari :
Masyarakat
:
Masyarakat merasa hukum di indonesia masih belum bisa memberikan jaminan
terhadap mereka. Dan kebanyakan dari mereka masih belum mengerti dan memahami
bahasa dari hukum, sehingga kesadaran masyarakat terhadap hukum itu kurang.
Aparat
penegak hukum : Aparat penegak hukum sebagai pembuat dan
pelaksana hukum itu sendiri masih belum bisa untuk benar-benar menerapkan
peraturan yang sudah ditetapkan. Malah sering aparat penegak hukum yang
seharusnya sebagai pelaksana malah melanggar hukum. Hal itu membuat masyarakat
menjadi memandang remeh aparat penegak hukum.
thank's infonya
ReplyDelete